This is My Story~

Kalian tahu? Kembar dampit adalah suatu peristiwa ketika seorang ibu melahirkan 2 orang anak yang berbeda gender—yang kebanyakan terjadi dalam satu waktu? Ah, aku yakin kebanyakan dari kalian sudah mengetahuinya. Dan, tebak. Aku termasuk yang mengalami hal tersebut. Memang, kata kebanyakan orang yang tak merasakan hal ini, memiliki saudara kembar dampit adalah suatu keistimewaan yang jarang ditemui. Selain itu, selain di jadikan saudara, dapat juga dijadikan sebagai teman.

            Namun, itu tak berlaku pada diriku. Bagiku hal itu bukanlah sesuatu yang mesti kuistimewakan, karena memiliki saudara kembar yang berbeda gender, banyak hal yang bertentangan dengan kepribadian kami masing- masing.

JJJJJJ

Hmm… Pagi yang cukup cerah di Rouville City. Dan, seperti biasa. Orang- orang yang berangkat ke tempat kerja maupun ke sekolah, berlalu- lalang di trotoar jalan—tentunya juga di zebra cross.
“Aduh... Mr. John, apakah bisa menyetir lebih cepat lagi?” tanyaku memburu pada Mr. John, driver pribadi keluargaku.
“Maaf nona, saya hanya bisa menyetir sampai secepat ini saja, saya tak berani untuk membawa mobil ini dengan kecepatan tinggi...” kata Mr. John sopan.
“Hmmmmh...” dengusku. “Arrant, kau sungguh menyebalkan! Karena keleletanmu, kita jadi berangkat sesiang ini!” lanjutku dengan cepat. Berusaha membuat Arrant merespon omonganku.
Arrant Ravino, dialah kembaranku. Lebih tepatnya kakak kembar 1 menitku.
“Clara Ravino, haruskah aku menjawab tuduhanmu, huh?” jawabnya kesal. Ia melipat tangannya di depan dadanya. “Lagipula ini belum siang! Ini masih pagi!” Ia menunjukkan jam tangannya.
“Aku mempunyai alasan untuk itu! Aku tak asal menuduh. Pertama, kau yang bangun kesiangan. Kedua, memakai seragam saja lambat. Ketiga, kau memakan sarapanmu juga lambat. Dan keempat, semua yang kau lakukan itu lambat! Haruskah aku mengulang kata- kata itu??” dengusku untuk kesekian kalinya. “Dan... Ah... Untuk apa kau menunjukkan jam tanganmu? Aku bisa melihat sendiri di jam tanganku!” sahutku tak kalah kesal.
Arrant yang duduk di depanku langsung terdiam. Haha, aku tahu ia kalah telak.
Mr. John yang membaca situasi yang terjadi antara aku dan kembaranku mulai membuka suara. “Sudah Nona, Tuan Muda, kita sebentar lagi sampai di sekolah” ujarnya ramah, ikut ambil andil untuk menenangkan perseteruan yang terjadi antara aku dan kakak kembar dampit-ku yang hampir setiap hari terjadi.
Aku hanya dapat mendesah. Arrant, orang dan juga saudara, atau lebih tepatnya saudara kembarku sangat menyebalkan, menurutku. Hampir setiap pagi aku dibuatnya mengomel karena keleletannya dalam segala hal. Ia sungguh membuatku naik darah. Aku tak bohong. Ah, tapi kalau soal otaknya, aku tak dapat memungkiri bahwa semua mesin di dalam otaknya tak pernah lelet. Selaluuu bekerja cepat, apalagi saat sedang belajar. Sementara aku? Ah, entahlah. Aku biasa- biasa saja dalam belajar. Tak seperti Arrant yang hampir semua nilainya mendapatkan nilai sempurna, aku lebih sering mendapatkan nilai kepala 7- 9. Jarang mendapatkan 10.
Namun, kalau soal musik, aku cukup menyukainya. Ah, aku sangat menyukainya!
Lamunanku buyar saat Mr. John memberitahu tentang keberadaan kami yang sudah di depan gerbang sekolah. Aku segera merangkul tas coklat bergambar Domo di bahu kananku. Lalu bersiap untuk turun dari mobil setelah Mr. John berbicara pada interkom di gerbang sekolah tadi.
Setelah mobil benar- benar sampai di parkiran sekolah, aku dan Arrant segera keluar dari mobil setelah sebelumnya pamit pada Mr. John.
Aku menatap sekilas jam tangan hijau-putih yang terpakai di tangan kiriku. “Nyaris, 1 menit sebelum bel.” Ucapku tergesa yang setelah itu langsung melesat pergi ke kelas ku yang berada di lantai 2 gedung pertama yang terletak di samping kiri lapangan sepakbola kalau dilihat dari parkiran sekolah. Kelas 8-3. Sementara Arrant? Kelasnya berjarak 2 kelas ke kiri dari kelasku. Kelas 8-1. Kelas unggulan -_-
Tap tap tap tap!
Langkahku cepat menaiki anak tangga. Hah, sedikit lagi!
Ckiitt... Zrrsshh...
Suara decitan sepatuku dan angin berhembus mengikuti diriku yang telah berada di depan kelasku. Hhh.. hhh.. Aku terengah- engah. Dan...
Ting tong ting tong... ting tong ting tong...
Bel masuk berbunyi.
“Fuuuuuuuuuuuh~” desahku lega. Sungguh dramatis kedatanganku di depan kelas tadi. Tapi... Aku tepat waktu! (^o^)/
Aku segera memasuki kelasku dengan nafas terengah yang masih tersisa dan segera menuju ke arah tempat dudukku.
Aku melihat ke arah laki- laki yang duduk di sebelah tempat dudukku. Dia lah teman sebangkuku selama setengah tahun terakhir ini di kelas 8.
Ia tersenyum. Aku membalasnya.
“Haaaaaah... Kukira aku akan terlambat hari ini...” lirihku seraya meletakkan tas di tempat dudukku, lalu mendudukkan diriku di kursi.
“Hahaha... Arrant lambat lagi?” jawabnya dengan tawa renyah. Lalu menatapku dengan tatapan ramah.
Ahh... Tatapannya mengalahkan lelahku. Oh ya, pemuda yang membuat jiwaku tenang jika mendapat masalah ini namanya McRicky Grish. Orang yang ramah, lemah- lembut, dan selalu berpikir jernih saat melakukan sesuatu. Berbanding terbalik dengan Arrant -_-.
“Huh, iya. Dia sangat menyebalkan.” Aku menggembungkan pipiku.
“Yaaah... Itu resikonya mempunyai saudara laki- laki seperti Arrant. Hehehe...” sahutnya dengan wajah cengengesan. Pipi putihnya memerah.
Lagi- lagi ia mengalahkan jiwaku.
“Hhhh... kau ini.” Jawabku seraya memasang senyum kecut.
Tak lama setelah itu, Miss Reva—walikelas kami—memasuki ruang kelas.

JJJJJJ

Ting tong ting tong... ting tong ting tong...
Bel pulang berbunyi.
            “Ayaaaay... Akhirnya bel pulang...!” ujarku girang seraya merenggangkan otot- otot tanganku.
            Ricky yang sedang memebereskan buku- bukunya menoleh ke arahku seraya tersenyum kecil. “Ahahaha... Kelihatannya kau senang sekali?”
            “Fuuuh... Aku tak tahu mengapa, tapi aku senang sekali... Rasanya ingin cepat- cepat pulang, lalu mandi... Ah~ pasti menyegarkan” jawabku sambil menurunkan tanganku dan ikut membereskan buku- buku ku di atas meja untuk dimasukkan ke dalam tas.
            “Hahaha...” tawanya kecil sekali lagi. “Sepertinya kau benar- benar butuh ketenangan sore ini?” ia merangkul satu lengan tasnya di pundak kanannya, lalu bangkit berdiri. “Ayo!”
            “Ah, tunggu aku!” segera kurangkul tasku dan pergi mengejarnya yang sudah pergi duluan.
            “Apa kau ada kegiatan sore ini?” Ricky memulai percakapan saat kami berada di koridor sekolah.
            “Nggg...” aku berpikir sejenak. “Sepertinya tidak ada. Eh, tapi-”
            “Tapi...?” Ricky mengulang kata- kataku yang terputus.
            “Ah, aku ingat! Tapi, tetap saja aku pulang sore, pukul 5 karena Arrant ada klub basket sepertinya.” Jawabku lesu. Aih, angan- anganku untuk segera mandi pupus begitu saja. T^T
            “Oooo... Jangan lesu.” Ia tersenyum dan mengacak- acak rambutku pelan. “Kau hanya butuh kegiatan menyenangkan dan melupakan pikiranmu tentang ingin cepat- cepat mandi.” Lalu ia tertawa kecil. Dia memang temanku yang paling pengertian... “Maafkan aku, aku tak bisa menemanimu sore ini. Ada urusan keluarga sehingga aku harus pulang cepat” sambungnya.
            “Aaah.. tidak! Tidak apa- apa!” aku menoleh ke arahnya seraya menggelengkan kepala.
            “Yakin? Sekali lagi, maafkan aku..” ucapnya pelan
            “Hahaha.. tidak apa- apa... Yasudah sana, kulihat mobil jemputmu sudah datang” aku mendorong tubuhnya pelan saat sudah berada di lapangan.
            “Oooh... iya! Oke, aku duluan, ya! Jaga dirimu baik- baik.” Senyumnya melebar seraya menepuk kepalaku pelan. Ahh... Aku bukan anak kecil!
            “Aish, aku bukan anak kecil... Sudah cepat sanaaa...!” aku mendorong tubuhnya lagi. “Hati- hatii!” Aku melambaikan tanganku padanya.
            Ricky membalasnya dengan lambaian juga.
            Setelah melihatnya masuk mobil, aku mengeluh pelan, “aaah... apa yang harus kulakukan setelah ini?”
            “Hey, itu ‘siapa’mu?” Tiba- tiba dari belakangku terdengar suara yang sangat kukenal. A-arrant... -_-
            Aku membalikkan tubuhku.
            “Hey, kau! Mengagetkanku saja. Bisa tidak, sih tak muncul secara tiba- tiba di belakangku!”
            “Ah, kau ini cerewet sekali! Cepat jawab aku, siapa laki- laki tadi?” Arrant semakin mendesakku.
            “Ah, kau ini. Seperti bertanya ‘apakah dia seorang laki- laki nakal?’ saja -_- Dia itu temanku. Teman sebangkuku.” Jawabku dengan nada datar dan sedikit menekan pada kata- kata ‘Teman sebangkuku”.
            “Oooh... kukiraa~” tatapannya mulai nakal.
            Aku mengernyit. Setelah aku mengetahui maksud tatapannya, aku mulai meninggikan suara. “Kau kira apa?!”
            “Tidak adaaa...” jawabnya santai sambil mendribble bola basket yang dia pegang sedari tadi lalu pergi melenggang dari hadapanku.
            “Hey, kau!!! Issshhh... Arrant! What the...??? Argh!” desahku kesal lalu pergi dengan menghentakkan kakiku.

JJJJJJ
           
 7 pm, di kamarku.
“Aaah... Apa ini maksudnya?” aku mengernyitkan dahiku saat menatap 10 soal matematika yang menari- nari di buku matematika ku. “Aish... diketahui rumus fungsi f(x) = -2x + 5. Nilai f(-4) adalaaaah... Caranya bagaimana ini???” Aku mengacak rambutku singkat.
            “Clara, aku pinjam Ipod mu, ya” suara Arrant tiba- tiba terdengar di sampingku.
            Aku menengadah, berusaha melihat wajahnya yang jelek (bohong banget). Lalu, kulihat Arrant pergi menuju pintu kamarku.
            “Aku belum menjawab iya.” Ujarku seraya berdiri. Enak saja dia meminjam barangku seenaknya sebelum aku menyetujui. -.-
            “Aku tak bertanya padamu. Untuk apa kau menjawab.” Ujarnya cepat dan santai. Ya!! Mengesalkan!
            OK, enough. Aku kalah kali ini -_- “A... aku kan bilang ‘belum menjawab’! Ya, itu berarti aku memang tak menjawab!” aduh, Clara... kenapa kau malah menyusun kata- kata yang tak jelas!
            “Bilang saja kau kalah.” Ujar Arrant santai seraya membawa Ipod ku pergi.
            “Arraaaaant!! KAU TAK BOLEH MEMINJAM IPOD KU SEBELUM KAU MEMBANTUKU MENGERJAKAN PEKERJAAN RUMAHKU!!” Eh?? Claraa... dimana gengsimu?? >,<
            Arrant kembali memunculkan kepalanya. “Hah? Apa kau bilang?”

JJJJJJ
            
Dan itulah mengapa sekarang...
            “Sekarang, kau harus mengerjakan nomor 4 ini dengan cepat. Kuberikan waktu 3 menit!” tegas Arrant kepadaku seraya menggenggam gulungan koran. Mungkin kalian bingung untuk apa gulungan koran itu, kan?
            Aku segera membuka buku. Mencari rumus untuk menyelesaikan pertanyaan keempat ini. Baru saja aku menemukannya, tiba-tiba...
            Puk!
            “Ouch! Sakit tau!” ringisku kesakitan sambil mengusap lenganku yang dipukul oleh Arrant dengan gulungan koran yang digenggamnya sedari tadi. Nah, kalian sudah tau apa gunanya gulungan koran itu -_-
            “Kau mengerjakannya dalam waktu lebih dari 3 menit! Sekarang...”
            “Tunggu!” aku memotong kata- katanya. “Kalau begini, namanya penyiksaan! Bukan membantuku!” ujarku melakukan pembelaan.
            Arrant terdiam.
            Aku menunggunya berbicara dengan memberikan ekspresi jengkel. Huh, enak saja dia memukulku seenaknya. Kalau begini, rasanya aku menyesal meminta bantuannya!
            Arrant mendesah, lalu memasang ekspresi berpikir sebelum dia menatapku, “Jadi maumu bagaimana?”
            “Hmm... Yang jelas, tak menyiksaku! Di sekolah saja mana ada guru yang tega-tega mengajari muridnya sampai memukul begitu” omelku.
            Bukannya dibalas dengan pendapat atau persetujuan, dia malah bangkit berdiri, lalu berjalan menuju pintu kamarku, “Ah, aku tak tau bagaimana caranya. Kerjakan sendiri saja sana”
            “Hei, hei, hei. Mau kemana kau??”
            “Keluar, mencari udara segar. Kamarmu bau sekali” ujarnya jutek seraya menyelonong pergi dari kamarku.
            “Apa katamu???” aku segera menyium bau kamarku dengan konyolnya. “Hidungmu mengalami kelainan! Ah, yasudah, pergi saja sana!” Bugh! Aku menyandarkan punggungku di kursi belajarku dengan kasar. Apa-apaan dia!
            Aku menatap sekilas soal-soal yang belum kukerjakan dengan pasrah, sebelum aku berteriak “Aah, Arrant! Bagaimanapun caranya, terserah padamu! Tolong bantu akuuuu!!”
            Zep!
            Lagi-lagi ia memunculkan kepalanya secara tiba-tiba, menatapku, menyunggingkan senyum menyebalkan. “Benarkah?”
            EH?? Oh, tidaaaaaak...!


To Be Continued....